Brain Rot dan Dampaknya pada Kemampuan Literasi Mahasiswa di Era Digital
Oleh : Rikie Kartadie, S.T., M.Kom.
Dosen Prodi : Teknik Komputer Universitas Teknologi Digital Indonesia
Bidang Keminatan : Jaringan Komputer, Software Defined Network.
Di tengah derasnya arus informasi digital, mahasiswa kini mudah mengakses beragam konten—mulai dari media sosial, video pendek, hingga artikel instan—hanya dengan sekali sentuh layar. Namun, kemudahan ini menyimpan ancaman terselubung: fenomena "Brain rot", istilah informal yang menggambarkan penurunan kemampuan kognitif akibat konsumsi konten digital tidak bermutu. Bagaimana fenomena ini memengaruhi literasi mahasiswa, dan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya?
"Brain rot" merujuk pada kondisi di mana otak terasa "tumpul" atau "rusak" setelah terpapar konten repetitif, dangkal, atau minim stimulasi intelektual. Istilah ini kerap dikaitkan dengan kebiasaan doomscrolling media sosial, menonton video pendek berjam-jam, atau mengonsumsi konten hiburan instan. Meski terdengar hiperbolis, fenomena ini memiliki dasar logis: otak manusia cenderung adaptif pada stimulasi berulang. Jika terus dijejali informasi tidak berkualitas, kemampuan berpikir kritis dan literasi pun berisiko tergerus.
Literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, melainkan juga keterampilan memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi secara kritis. Sayangnya, brain rot menggerogoti fondasi ini melalui beberapa cara, Pertama adalah Penurunan Kemampuan Membaca Mendalam, konten digital seperti video TikTok atau feed Instagram dirancang untuk dikonsumsi dalam hitungan detik. Kebiasaan ini membuat otak terbiasa dengan informasi instan, sehingga mahasiswa kerap kesulitan fokus pada teks panjang seperti jurnal ilmiah atau buku akademik, kedua adalah Melemahnya Daya Kritis, algoritma media sosial menciptakan "ruang gema" (echo chamber) dengan hanya menampilkan konten sesuai preferensi pengguna. Akibatnya, mahasiswa jarang terpapar perspektif baru, sehingga kemampuan menilai informasi secara objektif pun menurun. Ketiga adalah Ketergantungan Berlebihan pada Konten Visual, meski gambar dan video memudahkan pemahaman, ketergantungan pada elemen visual bisa mengurangi kemampuan mahasiswa dalam mencerna teks tertulis—komponen kunci literasi akademik. dan keempat adalah Kesulitan Menyusun Gagasan yang Sistematis, kebiasaan mengonsumsi konten singkat dan informal membuat mahasiswa kerap kewalahan saat harus menulis esai atau laporan ilmiah yang membutuhkan struktur dan kedalaman argumen.
Brain rot bukanlah takdir di era digital. Ia hanyalah sebuah dampak yang dapat di antisipasi dengan membatasi Interaksi dengan Layar, kita harus menetapkan screen time harian untuk media sosial. Gunakan aplikasi pengingat atau fitur "mode fokus" agar otak tak terus-menerus terdistraksi, selanjutnya Prioritaskan membaca Bacaan Berkualitas, alihkan waktu luang ke buku, jurnal ilmiah, atau artikel analitis. Mulailah dengan topik yang menarik, lalu tingkatkan kompleksitas bacaan secara bertahap. Manfaatkan Teknologi Secara Cerdas, gunakan AI dan platform digital untuk mendukung literasi. Contohnya, aplikasi seperti Grammarly untuk melatih menulis atau Pocket untuk menyimpan artikel berkualitas. Dan yang penting juga adalah kembangkan Kebiasaan Menulis, latih kemampuan menulis melalui jurnal harian, esai refleksi, atau catatan kuliah. Mulailah dengan topik sederhana, lalu kembangkan menjadi analisis kritis.
Di tengah tantangan brain rot, Universitas Teknologi Digital Indonesia (UTDI) hadir sebagai solusi. Dengan kurikulum berbasis teknologi digital dan pendekatan pembelajaran inovatif, UTDI tidak hanya membekali mahasiswa dengan keterampilan teknis, tetapi juga memperkuat literasi melalui: Program Studi Berbasis Analisis Kritis, seperti Teknik Komputer dan Informatika, yang mengintegrasikan praktik literasi data, fasilitas Pembelajaran Adaptif, seperti perpustakaan digital dan laboratorium simulasi interaktif, kolaborasi dengan Industri, untuk memastikan relevansi materi dengan kebutuhan dunia profesional dan bagi mahasiswa yang ingin menguasai teknologi tanpa mengorbankan kemampuan literasi, UTDI adalah pilihan tepat. Bergabunglah sekarang dan jadilah bagian dari generasi yang melek digital sekaligus cerdas literasi.