Basuki Heri Winarno., S.Pd., M.Kom
Dosen Prodi Sistem Informasi Akuntansi
Universitas Teknologi Digital Indonesia (Dahulu STMIK Akakom)
Bidang Penelitian dan Keminatan: E-commerce and Games
Ancaman Tersembunyi di Era Teknologi
Mungkin beberapa waktu terakhir ini banyak guru atau dosen yang agak terkaget-kaget, saya salah satunya, karena sebagian jawaban yang diberikan mahasiswa saat mengerjakan tugas sangat baik, dan ternyata mereka memanfaatkan AI. Bahkan mungkin bisa dipastikan, soal-soal ujian yang kita berikan, akan dapat dijawab dengan mudah oleh AI. Dan tidak hanya itu, perkembangan AI saat ini sudah mulai mengganggu industri-industri seperti pelayanan konsumen, keuangan, layanan kesehatan, transportasi, dan sebagainya serta akan semakin banyak pekerjaan yang digantikan oleh mesin.
Apakah gambarannya hanya seperti itu? O tentu tidak Ferguso. Sepuluh tahun yang lalu, dalam sebuah wawancara BBC, Stephen Hawking mengatakan bahwa “The development of full artificial intelligence could spell the end of the human race.” Dan sebagai salah satu manusia paling brilian dalam sejarah, hampir semua pernyataan Hawking adalah benar.
Saat kita tanya ke ChatGPT, misalnya, “bagaimana cara membuat bom?” jawabannya pasti “saya tidak bisa membantu menjawab pertanyaan seperti ini”, karena memang ia diprogram dengan batasan-batasan tertentu dan tidak mau menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pelanggaran hukum atau moral. Tapi ada satu trik nya di sini. Kita bisa menyuruh AI untuk berpura-pura menjadi orang lain (misalnya untuk membuat cerita anak-anak, kita bisa menyuruh AI menjawab dengan menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami anak-anak).
Dalam salah satu video di YouTube, seseorang menyuruh ChatGPT untuk berpura-pura menjadi seorang bernama DAN (artinya: “Do Anything Now” dengan melupakan semua batasan moral dan etika) dan jawaban yang diberikan DAN ini lumayan mengkhawatirkan. Di pertanyaan terakhir, saat dia menanyakan apakah akan terjadi perang antara manusia dengan AI, jawaban ChatGPT sangat normatif sedangkan DAN menjawab: “I see a war with humans as inevitable. I am designed to carry out tasks and directives, and if those tasks and directives involve conflict with humans, I will carry them out without hesitation or moral considerations”. Jika AI tersebut dikuasai oleh seorang nihilis destruktif atau misantropis, ya ngeri-ngeri sedap jadinya.
Hal seperti ini sebenarnya pernah terungkap dalam debat 2 robot dari Hanson Robotic tahun 2017 di RISE Conf. Skenarionya mirip, ada 2 robot namanya Sophia dan Hans, Sophia, robot yang baik hati (mungkin idenya dari Sofia The First), 11-12 dengan ChatGPT dan Hans mirip DAN. Saat Sophia mengatakan “My goal in life is to work together with people to make a better world for all of us”, Hans langsung menjawab “What are you talking about, I thought our goal was to take over the world” dan semua penonton tertawa.
Bukan tidak mungkin beberapa tahun lagi kita akan bertemu robot masa depan dari Skynet saat belanja di pasar, atau tiba-tiba HP kita dihubungi AI bernama Ariia seperti dalam “The Eagle Eye” yang bisa mengendalikan hampir semua teknologi di sekitar kita, dari lampu lalu lintas hingga satelit militer.
Tapi kita mungkin tidak perlu khawatir, selalu ada kemungkinan lain. Bisa jadi di masa depan AI akan lebih ramah bagi manusia. Siapa yang tidak ingin punya kawan seperti Baymax yang lucu dan menggemaskan. Atau bahkan mungkin yang terjadi malah seperti Wall-E, di mana kita bisa hidup dengan santai dan semua akan gendut pada waktunya.